

Kampanye Htts 2025 Depok Fokus Lindungi Anak Dari Candu Rokok
News - Aras Atas | DEPOK – Kampanye Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025 di Kota Depok menjadi panggung penting bagi gerakan perlindungan anak dari jerat candu rokok, khususnya rokok elektronik berperisai manis yang kini marak menyasar kalangan muda. Sekitar 2000 peserta memadati kawasan car free day dan zumba massal di Lapangan Balai Kota Depok, Minggu 1 Juni 2015, dalam rangkaian kegiatan Save Our Surroundings (SOS) Fest yang digaungkan sebagai aksi kolektif melawan industri rokok.
Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah menegaskan komitmen pemerintah dalam melindungi warga, terutama anak-anak dan remaja, dari bahaya laten rokok. Ia mengajak warga untuk meninggalkan kebiasaan merokok yang disebutnya hanya membakar uang dan merusak tubuh.
"Saya juga tidak merokok. Pemuda dan orang tua yang ada di sini juga jangan merokok, karena sama saja membakar duit dan tidak baik bagi kesehatan. Pemerintah Depok juga sudah memiliki Perda KTR untuk menurunkan angka perokok di Kota Depok," ungkapnya di Lapangan Balai Kota Depok, Minggu, 1 Juni 2025.
Depok telah mengesahkan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang melarang aktivitas merokok di tujuh lokasi publik strategis: fasilitas kesehatan, sekolah, tempat bermain anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan area publik. Langkah ini sejalan dengan upaya nasional untuk menekan angka perokok aktif yang terus meningkat signifikan dari tahun ke tahun.
Data Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat lebih dari 70 juta penduduk Indonesia adalah perokok aktif, dan mirisnya 7,4% di antaranya adalah anak usia 10–18 tahun. Ini menunjukkan bahwa industri rokok telah menyasar generasi paling rentan dengan berbagai strategi pemasaran yang mengecoh.
![]() |
Keterangan : Ribuan orang mengikuti senam dan zumba di Lapangan Balai Kota Depok dalam perhelatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2025. |
Kampanye HTTS 2025 juga menghadirkan Dokter Spesialis Jantung Bobby Arfhan Anwar. Ia memaparkan bahwa prevalensi perokok pria di Indonesia sangat tinggi, menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia.
"Hanya sekitar 26% pria di Indonesia yang tidak merokok. Merokok bulanlah tren yang baik bagi kesehatan, tetapi sangat membahayakan bagi pembuluh dan bisa menyebabkan penyakit. Mari kita cukupkan diri kita dengan udara bersih," kara Dokter Bobby.
Rokok, menurutnya, baik konvensional maupun elektronik, mengandung zat adiktif yang membuat penggunanya mengalami ketagihan kronis. Ini menjadi pintu masuk bagi berbagai gangguan kesehatan serius, dari jantung hingga kanker paru-paru. Lebih mengkhawatirkan, rokok elektronik kini dirancang dengan rasa manis seperti buah dan permen, membuatnya tampak ‘ramah’ bagi remaja bahkan anak-anak.
“Pria yang tidak merokok di Indonesia sangat langka dan angka perokok ini harus ditekan, karena berbahaya bagi kondisi kesehatan perokok aktif dan pasif.”
Sosialisasi bahaya rokok dengan pendekatan kekinian seperti SOS Fest menjadi sangat penting. Festival ini bukan sekadar perayaan simbolik, tetapi bagian dari strategi advokasi multi-sektor untuk melindungi generasi muda. Konsepnya yang ringan, inklusif, dan menyenangkan mampu menarik perhatian publik luas, dari aktivis, tokoh masyarakat, hingga influencer dan komunitas seni.
Gerakan Save Our Surroundings mengusung delapan pilar utama: kesehatan, pendidikan, perlindungan anak, HAM, kebijakan publik, budaya sosial baru, lingkungan, dan ekonomi. Ini adalah pendekatan terpadu untuk mendorong lahirnya budaya baru yang bebas rokok dan menjamin masa depan generasi muda.
HTTS 2025 bukan sekadar pengingat tahunan, tetapi alarm bahaya yang makin keras bagi bangsa ini. Dengan makin agresifnya pemasaran rokok berperisa buah, tantangan yang dihadapi masyarakat dan negara kini bukan hanya edukasi, tetapi perang total melawan taktik licik industri yang menargetkan anak-anak sebagai pasar baru.|a.a
Komentar
Gabung dalam percakapan