

Hari Tanpa Tembakau: WHO Dorong Indonesia Terapkan Kemasan Polos
News - Aras Atas | Nasional — Menjelang Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2025, Indonesia mendapat sorotan internasional. World Health Organization (WHO) secara terbuka memuji langkah tegas Pemerintah Indonesia melalui pengesahan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 yang memperkuat regulasi tembakau. Langkah ini dianggap sebagai strategi progresif untuk melindungi anak muda dari kecanduan rokok dan nikotin, serta menunjukkan komitmen negara dalam mencapai Visi Indonesia Emas 2045.
Regulasi tersebut mencakup peningkatan usia minimum pembelian rokok dan produk nikotin menjadi 21 tahun, pelarangan penjualan rokok secara eceran, larangan penggunaan perisa dan zat aditif, kewajiban peringatan kesehatan bergambar 50% dari kemasan, serta larangan iklan tembakau di media sosial. Langkah-langkah ini dinilai WHO sebagai tonggak besar dalam upaya melindungi populasi muda Indonesia dari bahaya produk tembakau dan nikotin.
“Peraturan baru Indonesia menjadi terobosan besar dalam upaya melindungi generasi-generasi mendatang dari bahaya terkait tembakau,” kata Dr N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia. “Langkah-langkah ini menunjukkan kemauan politik yang kuat dan kesadaran yang jelas bahwa melindungi kesehatan kalangan muda saat ini penting untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.”
Kekhawatiran terhadap prevalensi rokok di Indonesia sebenarnya telah berkembang sejak dekade terakhir. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat bahwa 30,8% penduduk berusia 15 tahun ke atas menggunakan tembakau. Penggunaan tertinggi terdapat pada laki-laki dengan angka 57,9%, sementara perempuan 3,3%. Tak hanya rokok konvensional, ancaman kini datang dari rokok elektronik dan produk nikotin lainnya yang terus meningkat tajam.
Menurut Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, penggunaan rokok elektronik melonjak dari 0,3% di tahun 2011 menjadi 3,0% pada 2021. Fakta paling mencemaskan datang dari kelompok usia muda. GATS mencatat bahwa 7,5% penduduk usia 15–24 tahun telah menggunakan rokok elektronik—angka ini lebih tinggi dibandingkan kelompok usia dewasa 25–44 tahun yang berada di angka 3,1%. Sementara itu, survei Global School-Based Health Survey 2023 menunjukkan bahwa 12,4% siswa usia 13–17 tahun saat ini menjadi pengguna rokok elektronik.
Merespons tren ini, WHO menyerukan Indonesia untuk melanjutkan langkah beraninya dengan menerapkan kebijakan kemasan standar (kemasan polos) untuk produk tembakau dan nikotin. Kemasan ini menanggalkan logo merek, warna menarik, dan desain promosi, serta hanya menampilkan merek dalam huruf standar dan peringatan kesehatan dalam ukuran besar.
“Sekaranglah saatnya,” ujar Dr Paranietharan. “Kemasan standar adalah upaya yang telah terbukti mampu menangkal kemampuan industri tembakau memasarkan produk berbahaya menjadi seolah-olah aman atau menarik. Kebijakan ini akan meredam pengaruh industri, melindungi generasi berikutnya dari jeratan pembentukan citra yang menyesatkan, dan menyelamatkan banyak nyawa. Indonesia telah menyiapkan landasan hukumnya – sekarang dibutuhkan aksi nyata.”
Secara global, sebanyak 25 negara telah mengadopsi kebijakan ini. Negara-negara seperti Australia, Kanada, Inggris, dan Prancis membuktikan efektivitasnya dalam menurunkan konsumsi rokok serta meningkatkan angka berhenti merokok. Di tingkat regional, negara-negara ASEAN seperti Thailand, Singapura, Laos, dan Myanmar juga tengah melaksanakan kebijakan serupa dengan hasil yang menjanjikan.
Sementara itu, industri tembakau tetap menolak kebijakan ini dengan dalih seperti risiko perdagangan ilegal, kerugian bagi usaha kecil, dan pelanggaran hukum perdagangan. Namun, argumen tersebut telah dibantah melalui bukti empiris, terutama dari Australia yang menjadi negara pertama menerapkannya pada tahun 2012. Sejak itu, terjadi penurunan prevalensi perokok dan dampak positif terhadap kesehatan masyarakat.
Indonesia memiliki landasan hukum kuat melalui Pasal 435 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 yang memungkinkan penerapan kemasan standar. Yang dibutuhkan saat ini hanyalah regulasi teknis pelaksanaan agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan secara efektif. WHO menegaskan bahwa saat ini adalah momentum yang tepat untuk bertindak demi generasi mendatang.|a.a
Komentar
Gabung dalam percakapan