News.arasatas.com

Donasi untuk Pengembangan Literasi

Bagikan donasi Anda untuk mendukung pengembangan Pustaka Buku dan Riset Literasi Aras Atas.

QR Code Neobank
Satgas TNI Jaga Kejaksaan? Hendardi: Ini Langgar Konstitusi!
Satgas TNI Jaga Kejaksaan? Hendardi: Ini Langgar Konstitusi!
Ketua SETARA Institute kritik pengerahan Satpur-Satbanpur TNI di Kejaksaan. Sebut tak sesuai konstitusi dan rawan langgar supremasi sipil.

Polemik TNI Jaga Kantor Kejaksaan Seluruh Indonesia Makin Tajam

News - Aras Atas | NasionalPolemik soal pengerahan Satuan Tempur (Satpur) dan Satuan Bantuan Tempur (Satbanpur) dari TNI untuk menjaga kantor-kantor Kejaksaan di seluruh Indonesia makin memanas. Respons dari pemerintah, TNI, hingga Kejaksaan malah menambah keruh suasana.

Semuanya berlindung di balik nota kesepahaman alias MoU yang jadi dasar pengerahan tentara. Tapi menurut Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, alasan itu jelas mengada-ada.

“Argumentasi yang menjadikan MoU sebagai dasar yuridis pengerahan TNI untuk pengamanan Kejaksaan jelas menghina kecerdasan publik,” tegas Hendardi pada 16 Mei 2025.

Ia mengingatkan bahwa konstitusi adalah hukum tertinggi dalam bernegara. Dalam Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945 dijelaskan dengan tegas bahwa TNI adalah alat negara untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan negara, bukan untuk menjaga institusi sipil seperti Kejaksaan.

Hendardi melihat tak ada satu pun dasar hukum yang sah—baik dari UU TNI, UU Kejaksaan, UU Pertahanan, maupun UU Kekuasaan Kehakiman—yang membenarkan peran militer dalam pengamanan lembaga hukum sipil. Ia menegaskan, lex superior derogat legi inferiori, hukum yang lebih tinggi (konstitusi) mengalahkan hukum yang lebih rendah seperti MoU.

Yang bikin publik makin bingung, lanjut Hendardi, adalah pernyataan Jenderal TNI (Purn) Dudung Abdurachman, Penasihat Khusus Presiden Bidang Pertahanan Nasional. Menurut Dudung, pengerahan TNI itu bukan perintah Presiden. Kalau memang begitu, Hendardi menyarankan Presiden segera memerintahkan Panglima TNI untuk mencabut Surat Telegram soal pengerahan pasukan tersebut. Caranya bisa seperti waktu Presiden membatalkan mutasi perwira tinggi TNI.

Hendardi juga menyoroti Jaksa Agung ST Burhanuddin agar meninjau ulang dan membatalkan MoU Kejaksaan-TNI. Jangan sampai kesepakatan itu malah jadi alat tarik-menarik militer ke ranah sipil. Baginya, tindakan seperti itu melemahkan supremasi sipil dan bisa berbahaya dalam jangka panjang.

“Apapun motif politik yang dimainkan oleh Jaksa Agung dan institusi Kejaksaan di balik MoU tersebut, kegenitan Kejaksaan untuk menarik-narik militer ke dalam institusi Kejaksaan, akan melemahkan supremasi sipil...” tandas Hendardi.

Ia bahkan memperingatkan soal kemungkinan keterlibatan TNI dalam proses hukum seperti penggeledahan dan penyitaan. Jika ini benar terjadi, kerusakan terhadap sistem hukum bisa makin parah.

Terakhir, Hendardi menyayangkan sikap Komisi Kejaksaan (Komjak). Harusnya sebagai lembaga pengawas, mereka bersikap kritis. Tapi kenyataannya, Komjak malah ikut membenarkan langkah Kejaksaan yang melibatkan TNI dalam pengamanan.

“Sangat disayangkan, sepanjang yang ditampilkan oleh Komjak sejauh ini bukannya bersikap kritis... justru ikut bergenit-genit memberikan pembenaran,” pungkas Hendardi.|a.a

Baca juga:

Komentar

Gabung dalam percakapan

Aras Atas