

Amerika & Tiongkok Turunkan Tarif, Dubes Djauhari: Ini Awal Genjatan Senjata Dagang
News - Aras Atas | Jakarta, 14 Mei 2025 — Dunia akhirnya bernapas lega. Amerika Serikat dan Tiongkok sepakat menurunkan tarif dalam pertemuan penting di Jenewa, Senin lalu. Ini bukan cuma soal angka, tapi jadi tanda berakhirnya babak panas perang dagang yang sudah bertahun-tahun terjadi.
Dubes RI untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun, menyebut langkah ini sebagai “genjatan senjata” dagang yang sangat dinanti.
“Diskonnya luar biasa,” kata Djauhari saat hadir di Talk Show Trump Effect: Bagaimana Indonesia Mendulang Peluang di Tengah Perang Dagang di Jakarta, Rabu (14/5).
Kesepakatan ini mencatat penurunan besar-besaran tarif dari kedua pihak. Amerika menurunkan bea masuk untuk produk tas dari Tiongkok, dari 145% jadi hanya 30%. Sementara Tiongkok memangkas tarif atas sejumlah produk Amerika, dari 125% menjadi tinggal 10%.
Djauhari menyebut kesepakatan ini tidak datang begitu saja. Prosesnya penuh strategi, dengan tokoh-tokoh besar duduk satu meja. Dari pihak Tiongkok, langsung dipimpin Wakil Perdana Menteri dan didukung para ahli top di bidang perdagangan dan keuangan internasional.
“Ini adalah pukulan politik yang sangat diperhitungkan, dan bisa berdampak langsung pada dukungan domestik terhadap Trump,” ujar Djauhari, menyoroti langkah cermat Tiongkok yang menurunkan tarif sektor pertanian — basis utama pemilih Donald Trump.
Dari sisi ekonomi, Tiongkok menunjukkan performa tangguh. Djauhari memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal IV tahun lalu mencapai 5,4%, bahkan melebihi prediksi para analis. Target pertumbuhan tahun 2024 pun kini dipasang di angka realistis 5%.
Masuk ke konteks Indonesia, Dubes Djauhari menekankan pentingnya menjaga keseimbangan hubungan dengan dua raksasa dunia ini.
“Perdagangan kita dengan Tiongkok telah mencapai USD 147,8 miliar — jauh lebih besar dibandingkan dengan Amerika Serikat (USD 37 miliar) maupun seluruh Eropa Barat (USD 27 miliar),” jelasnya.
Lebih jauh, ia menyentuh arah baru yang tengah terbentuk dalam peta kekuatan global. Dunia sedang bergerak — bisa ke model tripolar atau tetap bipolar. Dalam kondisi ini, Indonesia dinilai punya posisi strategis.
“Diplomasi Indonesia telah menunjukkan arah yang strategis di tengah ketidakpastian global,” tutupnya, menyinggung eratnya relasi antara Presiden Prabowo dan Presiden Xi Jinping.|a.a
Komentar
Gabung dalam percakapan