

Ratusan Siswa SMP di Buleleng Tak Bisa Baca Tulis, Status "Kota Pendidikan" Singaraja Dipertanyakan
News Aras Atas | SINGARAJA – Warganet dihebohkan dengan kabar mengejutkan: ratusan siswa SMP di Buleleng, Bali, ternyata belum bisa membaca dan menulis. Masalah serius ini langsung bikin publik bertanya-tanya: masih pantaskah Singaraja disebut kota pendidikan?
Ketua Umum Kohati HMI Cabang Singaraja Nur Hidayani Liza Putri turut mengomentari adanya kasus ini. Bagi Dia Singaraja dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan di Bali. Tapi kenyataan pahit ini jadi tamparan keras buat semua pihak.
"Bagaimana mungkin kota yang dicitrakan sebagai kota pendidikan justru gagal dalam fondasi paling dasar dari pembelajaran: literasi?" Ujar perempuan yang sering disapa Liza ini.
Masalah ini nggak bisa dilihat sebagai kesalahan siswa semata. Menurut Nur Hadiyani, ini adalah cermin dari sistem pendidikan kita yang retak. "Kita terlalu lama membiarkan ketimpangan terjadi. Anak-anak di kota besar berlomba masuk sekolah unggulan, sementara di pelosok, banyak yang bahkan tidak tahu huruf," tegasnya.
Yang lebih miris lagi, kasus ini baru viral setelah ada sorotan media. Seolah-olah harus viral dulu baru ada aksi. "Di mana pengawasan? Di mana evaluasi belajar yang semestinya dilakukan berkala?" tambahnya.
Menurutnya, ini bukan cuma soal kurikulum atau nilai ujian. Tapi lebih ke keadilan pendidikan dan bagaimana sistem ini harus dibangun untuk semua anak, tanpa kecuali. "Kita harus membangun sistem yang peduli, bukan sekadar administratif," tulisnya lagi.
Dari pernyataan resminya, Nur Hadiyani juga memberikan beberapa poin solusi untuk membenahi krisis pendidikan ini:
1. Evaluasi Menyeluruh – Pemerintah daerah dan pusat wajib memetakan kondisi literasi di sekolah, terutama di pelosok. Ini tugas bersama, bukan cuma Dinas Pendidikan.
2. Pendampingan Khusus – Anak-anak yang tertinggal harus dibantu dengan pendampingan intensif, bukan malah disisihkan. Guru juga perlu pelatihan khusus.
3. Berdayakan Guru – Guru jangan terus-terusan dibebani administrasi. Fokuskan mereka pada pengajaran. Naikkan insentif dan kasih pelatihan rutin.
4. Libatkan Masyarakat – Pendidikan itu kerja bareng. Orang tua, tokoh masyarakat, dan organisasi lokal harus turun tangan.
Di akhir pernyataannya, Nur Hadiyani menyebut gelar kota pendidikan itu bukan label permanen. "Ia harus dijaga dan dibuktikan lewat kualitas nyata dalam pendidikan, terutama kemampuan membaca dan menulis." Katanya.
Kini, sudah saatnya Singaraja dan seluruh stakeholder pendidikan di Buleleng untuk bangkit dan benar-benar merevolusi sistem pendidikan, agar ke depan nggak ada lagi anak SMP yang kesulitan baca tulis di tengah era digital seperti sekarang.|ars
Komentar
Gabung dalam percakapan